Kamis, 12 Februari 2015

copas cerita zen BUTA

Copas Kisah Zen : Buta Huruf dan Kitab Suci
Apakah orang yang buta huruf dapat mengerti
Hakekat Kebenaran yang terkandung dalam Kitab
Suci?
Tentu saja.
Hakekat kebenaran untuk semua orang yang mau
mengerti dan memiliki batin yang bersih.
Tidak buta mata batinnya.
Seorang Maha Guru pendiri Zen pencerahan
langsung,
Hui Neng adalah buta huruf.
Namun begitu mendengar Hakekat Kebenaran
langsung dapat memahaminya.
Karena memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi
dan batin yang masih cerah.
Jadi buta huruf bukanlah halangan untuk dapat
memahami kebenaran yang ada di dalam Kitab
Suci.
Dikisahkan:
Suatu hari seorang bikshuni datang bertanya
kepada Sang Guru tentang isi Sutra (Kitab Suci
Agama Buddha) yang sudah dipelajarinya
bertahun-tahun.
Tetapi masih banyak isinya yang belum dipahami.
“Guru, tolong jelaskan isi Sutra ini.”
Mendengar permintaan itu, Sang Guru berkata,
”Tolong bacakan isinya, agar saya dapat
menjelaskannya kemudian.”
Dengan sedikit terperanjat, bikshuni itu bertanya,
”Guru tak bisa membaca.
Lalu bagaimana dapat menjelaskannya?”
Sang Guru menjelaskan,
”Kebenaran itu tidak ada hubungannya dengan
kata-kata.
Kata-kata itu bukan kebenaran.
Kebenaran itu seperti bulan di langit dan kata-kata
adalah telunjuk.
Telunjuk bukanlah bulan.
Tetapi telunjuk untuk menunjukkan di mana bulan
berada.”
Dengan kata lain.
Semua kata-kata yang ada adalah menuntun kita
untuk memahami Hakekat Kebenaran.
Memahami kata-kata sebagai kebenaran tentu
akan membuat kita sulit untuk memahami
kebenaran yang sesungguhnya.
Contoh kebenaran sederhananya adalah:
Kalau lapar, makanlah!
Kalau haus minumlah!
Apakah di dalam kata-kata itu ada sesuatu yang
dapat mengenyangkan atau menghilangkan dahaga
kita?
Tidak ada bukan?
Tidak akan pernah terjadi kata-kata dapat
membuat kita kenyang.
Kebenarannya sesuatu yang mengenyangkan itu
adalah nasi, roti dan sejenisnya.
Begitu juga dengan sesuatu yang dapat
menghilangkan rasa haus itu adalah air.
Untuk memahami kebenaran tidak dibutakan pintar
membaca dan menulis
 atau kepintaran yang tinggi.
Tetapi masih terbukanya mata batin dan memiliki
kesadaran .

Sabtu, 07 Februari 2015

ICCU

ICCU, ruang dimana se seorang dirawat secara intensif dan sebuah pintu antara lewat atau sembuh.
ICCU dimana yang menunggu memiliki ruang hampa (tidak lagi memikirkan ) hal hal di luar ruangan. Smua fokus ke yg sakit.
mengesampingkan semua urusan.. Hanya demi kesembuhan semata,
Smua harapan n doa doa di lafalkan.
Umumnya pasien sendiri dalam keadaan koma dan tidak sadar,
Apakah malaikat el maut nya memberikan opsi pilihan,kartu 2 buah,
Boleh pilih mau diteruskan saja ikut beliau atau mau tetap tinggal masa kontrak nya diperpanjang dengan segala konsekuensi kepusingan semata.
Yang ditinggal tentu saja menangis
(Egois yaa,masih memikirkan diri nya sendiri,bgm harus hidup tanpa nya) bla bla bla masih ingin lebih lama ama si sakit karena kenangan dan lain sebagai nya.
Ruang ini begitu dingin dan membekukan semua kisah antara kehidupan n kematian.
Lorong ini menghantar ini lohh jalan nya mau ke mana????
Satu persatu teman meninggal kan diriku. Bahkan ku lihat bagaimana teman ku 7 bulan di ICCU berjuang,antara sadar dan koma, antara berharap di jemput sang khalik.
Tetapi sulit nya,yang dipermudah gampang sekali perginya.
Tidak lagi penting bagaimana kehidupan nya, tetapi cara mati seseorang gambaran betapa di dunia ini penderitaan begitu dasyat.
Jika di awali kelahiran dan di ujung nya kematian lalu apa istimewa nya hidup diantara penyakit,iri hati,kemarahan dan kesombongan?
Banyak orang mencari obat tidak ingin tua,tak mau sakit,bahkan gak sudi mati!
Hanya pada napas ku bergantung...
Hanya pada jiwa yg lelah ku tersadar,
Nikmat nya kebersamaaan,
Nikmatnya kesehatan...
Tak ada lagi yg harus di kuatirkan...
ICCU hanyalah sebuah pintu tranformasi... Proses ke awal,titik nadir